Sabtu, 01 Juni 2019

ADAB SANTRI TERHADAP MUROBBI

السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته
Selamat malam sahabat blogger semua, Semoga amal ibadah puasa kita di terima oleh Alloh SWT,dan semakin meningkatnya iman dan taqwa kita Aamiin.
postingan santri dhoif






Diriwayatkan dari Ubadah Bin Shamit RA, Rasul SAW bersabda :

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” [HR Ahmad]

Tanbih :

Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.

Para ulama Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,
هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا
“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,
ما كان إنسان يجترئ على سعيد بن المسيب يسأله عن شيء حتى يستأذنه كما يستأذن الأمير
“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,
تواضعوا لمن تعلمون منه
“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata,
كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحًا رفيقًا هيبة له لئلا يسمع وقعها
“Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).
Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.

Dr. H. Fathul Bari Alvers di dalam ODOH me ngatakan : “Guru memang bukan orang hebat, akan tetapi semua orang hebat berkat jasa guru”. Itulah kata orang bijak. Guru dalam bahasa Jawa merupakan akronim dari "digugu lan ditiru" (orang yang dipercaya dan diikuti), bukan hanya sekedar transfer of knowledge akan tetapi lebih dari itu ia mendidik moral dan spiritual atau menurut Ki Hajar Dewantoro, diistilahkan dengan “cipta, rasa, dan karsa” dan dalam taksonomi belum dikenal dengan istilah Ranah Kognitif (aspek intelektual), Afektif (aspek emosional) dan Psikomotorik (keterampilan motorik). Seorang guru amatlah mulia karena tanpa perantaranya manusia tidak akan mengenal tuhan-Nya. ulama berkata :
لولا المربي، ما عرفت ربي
Seandainya tidak ada guru, niscaya aku tidak mengenal Tuhanku [Kitab Hikmatul Isyraq]

Rasul SAW menerangkan kemuliaan guru dalam sabda beliau :
إنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِيْ جِحرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتَ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Sesungguhnya Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, beserta penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang berada dalam sarangnya, demikian pula dengan ikan-ikan; Semuanya berdo’a untuk orang-orang yang mengajarkan kebajikan pada manusia.” [HR Tirmidzi]

Jika Allah dan malaikatnya saja memberikan kemuliaan kepada guru maka bagaimana sikap murid memuliakan kepadanya? Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata,
كنا جلوسا في المسجد فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم فجلس إلينا ولكأن على رؤوسنا الطير ، لا يتكلم أحد منا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah SAW kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah].

Itulah sebagian dari hak guru sebagaimana hadits utama di atas. Di sisi lain, Kebaikan dari orang lain haruslah kita balas dengan kebaikan. Salah satu cara membalas kebaikan adalah dengan mendoakannya. Rasul SAW bersabda :
وَمَنْ أَتَى إِليْكُم مَعْروفاً فَكَافِئُوه فَإِنْ لَمْ تَجِدوا فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى يَعلَمَ أن قَد كَافَئْتُمُوه
“Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal. [HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad]

Seperti itulah yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal kepada gurunya. Beliau berkata:
إِنِّيْ لأَدْعُو اللهَ لِلشَّافِعِيِّ فِيْ صَلاَتِيْ مُنْذُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، أَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ
 Aku mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Aku berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” [al-Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i]

Bahkan disamping doa, ada juga yang menambah dengan sedekah. Al-Imam an-Nawawi berkata :
وَقَدْ كَانَ بَعْضُ الْمُتَقَدِّمِيْنَ إِذَا ذَهَبَ إِلَى مُعَلِّمِهِ تَصَدَّقَ بِشَئْ ٍوَقَالَ اللَّهُمَّ اسْتُرْعَيْبَ مُعَلِّمِي عَنِّى وَلاَ تَذْهَبْ بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّى
Sebagian (Ulama) terdahulu jika berangkat menuju gurunya ia bershodaqoh dengan sesuatu kemudian berdoa: Ya Allah, tutuplah aib guruku dariku. Jangan hilangkan keberkahan ilmunya dariku [al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab]. 

Wallohu`alam 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biografi Al faqir

 السلام عليكم ورحمة الله     Pada hari ini Al Faqir hanya ingin bertahaduts bini'mah, menorehkan tulisan untuk kenangan bagi diri dan ke...