Senin, 11 Februari 2019

CIUM TANGAN KIYAI

السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته
Selamat sore sahabat yang setia mengunjungi blog sederhana ini.
Semoga Alloh senantiasa memberikan Ridhonya kepada kita semua..Aamiin

baik mari kita bahas sedikit tentang cium tangan kepada guru/Kiayi,kalau bahasa santrinya Tabarukan.
postingan santri dhoif



Berjabat tangan adalah sebuah penghormatan sebagaimana sebuah hadis:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ g أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ النَّاسِ قُلُوْبًا وَهُمْ أَوَّلُ مَنْ حَيَّا بِالْمُصَافَحَةِ (الأوائل للطبراني ج 1 / ص 31)

”Akan datang kepada kalian penduduk Yaman. Mereka paling halus hatinya dan mereka adalah orang yang pertama kali memberi hormat dengan bersalaman” (HR Thabrani dalam al-Awail dari Anas)
Sementara mencium tangan, ulama beda pendapat. Para ulama yang memperbolehkan berdasarkan banyak riwayat. al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

قَالَ اِبْنُ بَطَّالٍ : الْأَخْذُ بِالْيَدِ هُوَ مُبَالَغَةُ الْمُصَافَحَةِ وَذَلِكَ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ 

الْعُلَمَاءِ، وَإِنَّمَا اِخْتَلَفُوْا فِي تَقْبِيْلِ الْيَدِ فَأَنْكَرَهُ مَالِكٌ وَأَنْكَرَ مَا رُوِيَ فِيهِ، 

وَأَجَازَهُ آخَرُوْنَ وَاحْتَجُّوْا بِمَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُمْ لَمَّا رَجَعُوا مِنْ الْغَزْوِ 

حَيْثُ فَرُّوْا قَالُوْا نَحْنُ الْفَرَّارُونَ فَقَالَ: بَلْ أَنْتُمْ الْعَكَّارُوْنَ أَنَا فِئَةُ 

الْمُؤْمِنِيْنَ، 

قَالَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ قَالَ وَقَبَّلَ أَبُو لُبَابَةَ وَكَعْبُ بْنُ مَالِكٍ وَصَاحِبَاهُ يَدَ 

النَّبِيِّ g حِيْنَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِمْ ذَكَرَهُ الْأَبْهَرِيّ، وَقَبَّلَ أَبُو عُبَيْدَةَ يَدَ عُمَرَ حِيْنَ 

قَدِمَ وَقَبَّلَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ يَدَ ابْنِ عَبَّاسٍ حِيْنَ أَخَذَ اِبْنُ عَبَّاسٍ بِرِكَابِهِ، قَالَ 

الْأَبْهَرِيّ: وَإِنَّمَا كَرِهَهَا مَالِكٌ إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ التَّكَبُّرِ وَالتَّعَظُّمِ، وَأَمَّا إِذَا 

كَانَتْ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ إِلَى اللهِ لِدِيْنِهِ أَوْ لِعِلْمِهِ أَوْ لِشَرَفِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ 

جَائِزٌ (فتح الباري لابن حجر - ج 18 / ص 1)

”Ibnu Baththal berkata: Memegang tangan adalah berjabatan tangan dengan erat. Hal ini adalah sunah menurut para ulama. Mereka berbeda pendapat dalam hal mencium tangan,  Imam Malik mengingkari hal ini dan riwayat tentang mencium tangan. Ulama yang lain memperbolehkan dengan hujjah yang diriwayatkan dari Umar ketika umat Islam kabur dari perang mereka berkata: ’kami telah kabur’. Umar menjawab: ’bukan kabur, tapi kembali ke kelompok. Saya adalah golongan orang beriman’. Kemudian kami mencium tangan Umar. Abu Lubabah, Ka’b bin Malik dan kedua temannya mencium tangan Nabi ketika taubat mereka diterima(HR al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah). Abu Ubaidah mencium tangan Umar ketika datang (Diriwayatkan oleh Sufyan dalam al-Jami’). Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas ketika mengambilkan kendaraannya (Diriwayatkan oleh Thabari dan Ibnu al-Muqri). al-Abhari berkata: Imam Malik menghukumi makruh jika salaman tersebut bertujuan sombong. Jika bersalaman ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah karena agamanya, ilmunya atau kemuliaannya, maka hal itu boleh” (Fath al-Bari 18/1)


Wallohu'alam Bishowab

Biografi Al faqir

 السلام عليكم ورحمة الله     Pada hari ini Al Faqir hanya ingin bertahaduts bini'mah, menorehkan tulisan untuk kenangan bagi diri dan ke...